Langsung ke konten utama

Asumsi dan Peluang (Ontologi Filsafat Ilmu bag 2)

A. Asumsi
Pengertian
Mengapa asumsi diperlukan? Asumsi diperlukan dalam pengembangan ilmu. Tanpa asumsi anggapan orang/pihak tentang realitas bisa berbeda, tergantung dari sudut pandang dan kacamata apa.
Asumsi merupakan anggapan/andaian dasar tentang sebuah realitas. Asumsi adalah anggapan dasar tentang realitas objek yang menjadi pusat perhatian penelaahan kita. Asumsi merupakan pondasi bagi penyusunan pengetahuan ilmiah.

Asumsi terhadap hukum alam
Asumsi terhadap hukum alam berbeda-beda menurut kelompok-kelompok penganut faham berikut ini

  • Deterministik
Kelompok penganut paham deterministik menganggap hukum alam ini tunduk kepada determinisme , yaitu hukum alam yang bersifat universal. Paham determenisme awalnya dikembangkan oleh William Hamilton(1788-1856) dari doktrin Thomas Hobbes (1588-1679). Paham ini menyimpulkan bahwa pengetahuan adalah bersifat empiris yang dicerminkan oleh zat dan gerak yang bersifat universal
  •  Pilihan Bebas
Penganut pilihan bebas menganggap hukum yang mengatur itu tanpa sebab karena setiap gejala alam merupakan pilihan bebas. Penganut pilihan bebas menyatakan bahwa manusia mempunyai kebebasan dalam menentukan pilihannya dan tidak terikat kepada hukum alam.
  •  Probabilistik
Dan yang terakhir penganut paham ini berada di antara deterministik dan pilihan bebas. Yang menyatakan bahwa gejala umum yang universal itu memang ada, namun berupa peluang.

Ilmu mempelajari tentang hukum alam. Agar ilmu itu ada kita harus mengasumsikan bahwa hukum yang mengatur semua kejadian itu ada. Tanpa asumsi itu berbagai ilmu tidak bisa lahir. Hukum diartikan sebagai aturan main atau pola kejadian yang diikuti sebagian besar orang, gejalanya berualng kali dapat diamati dan menghasilnya hasil yang sama. Ilmu tidak mempelajari kejadian yang seharusnya melainkan mempelajari kejadian sebagaimana adanya

Aliran determinisme ini berlawanan dan ditentang oleh penganut paham fatalisme dan penganut paham pilihan bebas. Menurut aliran fatalisme bahwa semua kejadian ditentukan oleh nasib yang telah ditetapkan lebih dulu. Jika kita ingin hukum kejadian itu berlaku bagi seluruh manusia maka kita bertolak dari paham determinisme. Jika kita ingin hukum kejadian yang pas bagi tiap individu kita berpaling pada paham pilihan bebas. Sedangkan jika kita memilih posisi di tengah mengantarkan kita pada paham probabilistik.
Jika kita menginginkan hukum yang bersifat mutlak dan universal, kesulitannya adalah dalam kemampuan manusia untuk memenuhi semua kejadian. Misalnya matahari selalu terbit dari timur, beranikah kita menyimpulkan bahwa sampai kapanmu matahari tak akan terbit dari barat?
Di lain pihak jika kita menginginkan keunikan individual (misalnya seni) seperti yang diikuti paham pilihan bebas, maka kita akan kesulitan dalam hal praktis dan ekonomis.
Kompromi di antara kutub determinisme dan paham pilihan bebas, ilmu menjatuhkan pilihannya pada asumsi atau penafsiran probabilistik.

Asumsi mengenai objek empiris
Ilmu mengemukakan beberapa asumsi mengenai objek empiris, yaitu :

  1. Menganggap objek-objek tertentu mempunyai kesamaan satu sama lain. Cabang ilmu ini mulai berkembang dengan adanya klasifikasi atau taksonomi. Perkembangan kemudian diikuti komparasi atau perbandingan.
  2. Menganggap bahwa suatu benda tidak mengalami perubahan dalam jangka waku tertentu. Misalnya dipakai untuk mempelajari benda-benda angkasa.
  3. Menganggap setiap gejala bukan merupakan suatu kejadian yang bersifat kebetulan. Bahwa semua kejadian itu terjadi karena ada sebabnya. Ada suatu pola yang diikutinya.

Masih sejalan dengan asumsi ke 3 bahwa semua kejadian itu mengikuti pola kita jika bisa menganggap setiap kejadian mengikuti pola kejadian yang probabilistik yaitu determinisme yang probabilistik.

B. Peluang
Ilmu Probabilistik atau ilmu tentang peluang termasuk cabang ilmu yang baru. Walau termasuk ilmu yang relatif baru, ilmu ini bersama dengan statistika berkembang cukup pesat.
Peluang dinyatakan dari angka 0 sampai 1. Angka 0 menyatakan bahwa suatu kejadian itu tidak mungkin terjadi. Dan angka 1 menyatakan bahwa sesuatu itu pasti terjadi. Misalnya bahwa peluang semua makhluk hidup itu akan mati dinyatakan dengan angka 1.

Hukum statistika hanya menyatakan distribusi kemungkinan/peluang dari nilai besaran dalam kasus-kasus individual. Misalnya peluang munculnya angka tertentu dari lemparan dadu adalah 1/6. Hukum statistik tidak meramalkan apa yang akan terjadi atau apa yang pasti terjadi dalam suatu lemparan dadu. Hukum ini hanya menyatakan jika kita melempar dalam jumlah lemparan yang banyak sekali maka setiap muka dadu diharapkan untuk muncul sama seringnya.

Kita tahu bahwa untuk menjelaskan fakta dari suatu pengamatan, tidak pernah pasti secara mutlak karena masih ada kemungkinan kesalahan pengamatan. Namun di luar dari pada itu jika hal ini ditinjau dari hakikat hukum keilmuwan maka terdapat kepastian yang lebih besar lagi. Karena itu ilmu menyimpulkan sesuatu dengan kesimpulan probabilistik. Ilmu tidak pernah ingin dan tidak pernah berpretensi untuk mendapatkan pengetahuan yang bersifat mutlak. Ilmu memberikan pengetahuan sebagai dasar untuk mengambil keputusan lewat penafsiran kesimpulan ilmiah yang bersifat relatif.
Misalnya seorang ilmuwan geofisika dan meteorologi hanya bisa memberikan bawa kepastian tidak turun hujan 0.8. Atau seorang psikologi atau psikiater hanya bisa memberikan alternatif mengenai jalan-jalan yang bisa diambil. Keputusan apa yang akan diambil seseorang sehubungan informasi cuaca di atas atau langkah apa yang akan diambil seseorang sesuai saran psikolog tergantung masing-masing pribadi. Keputusan ada di tangan masing-masing pribadi bukan pada teori-teori keilmuwan.

disarikan dari buku Prof. Jujun Suriasumantri Filsafat Ilmu sebuah pengantar Populer dan Ilmu dalam Perspektif

Komentar

Posting Komentar

Silakan tinggalkan komentar Anda

Popular Posts

Penelitian Etnografi

PENGERTIAN               Penelitian etnografi adalah termasuk salah satu pendekatan dari penelitian kualitatif. Penelitan etnografi di bidang pendidikan diilhami oleh penelitian sejenis yang dikembangkan dalam bidang sosiologi dan antropologi. Penelitian etnografi pernah dilakukan oleh peneliti bernama Jonathan Kozol, dalam rangka melukiskan perjuangan dan impian para warga kulit hitam dalam komunitas yang miskin dan terpinggirkan di daerah Bronx, New York [1] . Penelitian kualitatif dengan pendekatan ini kemudian banyak diterapkan dalam meneliti lingkungan pendidikan atau sekolah.                          Menurut Miles & Hubberman seperti yang dikutip oleh Lodico, Spaulding & Voegtle, Etnografi berasal dari bahasa Yunani ethos dan grapho s. Yang berarti tulisan mengenai kelompok budaya. Sedangkan Menurut Le Clompte dan Schensul etnografi adalah metode penelitian yang berguna untuk menemukan pengetahuan yang terdapat atau terkandung dalam suatu budaya atau komunitas tertent

Asumsi dalam Ilmu (Ontologi Filsafat Ilmu bag 3)

by dwining bintarawati Asumsi dalam Ilmu Waktu kecil segalanya kelihatan besar, pohon terasa begitu tinggi, orang-orang tampak seperti raksasa Pandangan itu berubah setelah kita berangkat dewasa, dunia ternyata tidak sebesar yang kita kira, wujud yang penuh dengan misteri ternyata hanya begitu saja. Kesemestaan pun menciut, bahkan dunia bisa sebesar daun kelor, bagi orang yang putus asa. Katakanlah kita sekarang sedang mempelajari ilmu ukur bidang datar (planimetri). Dengan ilmu itu kita membuat kontruksi kayu bagi atap rumah kita. Sekarang dalam bidang datar yang sama bayangkan para amuba mau bikin rumah juga. Bagi amuba bidang datar itu tidak rata dan mulus melainkan bergelombang, penuh dengan lekukan yang kurang mempesona. Permukaan yang rata berubah menjadi kumpulan berjuta kurva. Asumsi dan Skala Observasi Mengapa terdapat perbedaan pandangan yang nyata terhadap obyek yang begitu kongkret sperti sebuah bidang? Ahli fisika Swiss Charles-Eugene Guye menyimpulkan gejala itu

Pengertian dan Tujuan Pendidikan menurut UU Sisdiknas

Karena UU Sisdiknas itu puanjang, aku kutipin sebagian tentang pengertian dan tujuan pendidikan menurut UU RI No 2 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal-pasal ini minimal akan sering kita pakai untuk rujukan diawal Check this out BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1  Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. 2. Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. 3. Sistem pendidikan nasional adalah   keseluruhan komponen pendidikan yang sali

Filsafat Pendidikan Realisme

BAB I PENDAHULUAN A.      LATAR BELAKANG Filsafat pendidikan adalah aplikasi dari filsafat umum dalam pendidikan. Berbeda dengan Filsafat Umum yang objeknya adalah kenyataan keseluruhan segala sesuatu. Filsafat Khusus /terapan mempunyai objek kenyataan salah satu aspek kehidupan manusia yang dalam hal ini adalah pendidikan. Filsafat pendidikan menyelidiki hakikat pelaksanaan pendidikan yang bersangkut paut dengan tujuan, latar belakang cara dan hasilnya serta hakikat ilmu pendidikan yang bersangkut paut terhadap struktur kegunaannya. Seperti halnya filsafat yang lain, filsafat pendidikanpun bersifat spekulatif, preskriptif dan analitik. Spekulatif artinya filsafat pendidikan membangun teori-teori tentang hakikat pendidikan manusia, hakikat masyarakat dan hakikat dunia. Preskriptif artinya filsafat pendidikan menentukan tujuan pendidikan yang harus diikuti dan dicapai. Analitik artinya filsafat pendidikan menjelaskan pertanyaan-pertanyaan yang spekulatif dan perspektif. Filsafat ilm

Pendekatan Evaluasi Program Berorientasi Tujuan ( Objective – Oriented Evaluation Approach)

Pendahuluan Dari awal pesatnya perkembangan evaluasi pendidikan tahun 60-70 an sampai sekarang , para ahli telah mengembangkan sekitar 50 model/pendekatan evaluasi Banyaknya model ini juga didasarkan oleh beberapa pendekatan pada evaluasi , jenis/bentuk evaluasi juga tujuan evaluasi. Evaluasi program merupakan proses deskripsi , pengumpulan data dan penyampaian informasi kepada pengambil keputusan yang akan dipakai untuk pertimbangan apakah program perlu diperbaiki, dihentikan atau diteruskan. Berdasarkan objektivisme dan subjektivisme, 50 model yang ada sebenarnya bisa dikelompokkan menjadi 6 pendekatan, yaitu 1. Pendekatan berorientasi tujuan ( objectives-oriented approaches/goal oriented approach ) 2. Pendekatan berorientasi manajemen ( management – oriented approaches ) 3. Pendekatan berorientasi pemakai ( consumer – oriented approaches ) 4. Pendekatan berorentasi kepakaran ( expertise – oriented approaches ) 5. Pendekatan berorientasi ketidaksamaan ( adversary-eriented appr