Langsung ke konten utama

Sekolah Inklusi

Kondisi anak secara fisik dan mental berbeda-beda ada yag dikatakan sebagian besar orang termasuk “anak normal” namun ada juga yang digolongkan orang sebagai anak dengan kebutuhan khusus (special needs) atau sering disebut dengan anak berkebutuhan khusus. Kewajiban pemerintah dan masyarakat untuk menyediakan sarana dan prasarana dalam bentuk sekolah agar semua anak tanpa kecuali baik itu anak normal maupun anak berkebutuhan khusus bisa bersekolah dan memperoleh pendidikan yang layak. Sangat manusiawi bahwa anak-anak berkebutuhan khusus juga ingin diperlakukan sama seperti anak-anak normal lainnya dan bisa bergaul dan bermain bersama dengan anak-anak normal. Sangat manusiawi juga bahwa mereka ingin bersekolah di tempat yang sama seperti anak-anak normal lainnya.

UNESCO selama 1 dasawarsa ini telah menggaungkan semangant “Education for All” atau pendidikan untuk semua. Tanpa terkecuali tanpa membeda-edakan ras,agama atau kondisi masing-masing anak. Semangat bahwa semua anak mempunyai hak yang sama dalam pendidikan sebenarnya sudah terakomodasi pada UU Sistem Pendidikan Nasional no 20 tahun 2003 mengenai prinsip-prinsip pendidikan yang tercantum dalam pasal 4 ayat 1 yang berbunyi Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.

Khususnya untuk anak-anak berkebutuhan khusus yang meliputi anak yang berkelainan/cacat dan anak yang mempunyai bakat khusus telah diatur dalam UU Sistem Pendidikan Nasional dan UU perlindungan anak sebagai berikut
1. UU No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 5
(1) Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu.
(2) Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus.
(4) Warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus.
2. UU No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan anak pasal 9
(1) Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya.
(2) Selain hak anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), khusus bagi anak yang menyandang cacat juga berhak memperoleh pendidikan luar biasa, sedangkan bagi anak yang memiliki keunggulan juga berhak mendapatkan pendidikan khusus.

Yang dimaksudkan anak berkebutuhan khusus atau anak berkekhususan meliputu anak yang berkelainan/cacat baik mental maupun fisik (handicapped ataupun chilren with disabilities) dan juga anak dengan bakat istimewa dan atau cerdas istimewa (gifted children)

Seiring dengan semangat penegakan hak asasi manusia terutama pada anak dan juga yang telah diamanatkan UU sisdiknas. Anak-anak yang berkebutuhan khusus tidak perlu lagi merasa terkucil dengan pendidikan khusus dalam bentuk sekolah luar biasa (SLB) yang biasanya jauh dari tempat tinggal mereka. Mereka yang secara fisik dan mental bisa pergi ke sekolah dapat bersekolah bersama anak-anak normal lainnya dalam bentuk sekolah inklusif.

Dari website direktorat Pendidikan Luar biasa diperolehkan informasi bahwa Pendidikan inklusif adalah sebagai sistem layanan pendidikan yang mengikut-sertakan anak berkebutuhan khusus belajar bersama dengan anak sebayanya di sekolah reguler yang terdekat dengan tempat tinggalnya. Sedangkan Sekolah penyelenggara pendidikan inklusif adalah sekolah yang menampung semua murid di kelas yang sama. Sekolah ini menyediakan program pendidikan yang layak, menantang, tetapi disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan setiap murid maupun bantuan dan dukungan yang dapat diberikan oleh para guru, agar anak-anak berhasil.

Dengan demikian anak-anak berkebutuhan khusus bisa memperoleh kesempatan untuk berkembang lagi secara positif terutama dalam segi keterampilan sosial dan punya semangat untuk berprestasi karena bagaimana pun semua anak itu punya keunikan dan potensi masing-masing yang harus dikembangkan.

Hal-hal yang harus diperhatikan sekolah penyelenggara pendidikan inklusif
 Sekolah harus menyediakan kondisi kelas yang hangat, ramah, menerima keaneka-ragaman dan menghargai perbedaan.
 Sekolah harus siap mengelola kelas yang heterogen dengan menerapkan kurikulum dan pembelajaran yang bersifat individual
 Guru harus menerapkan pembelajaran yang interaktif.
 Guru dituntut melakukan kolaborasi dengan profesi atau sumberdaya lain dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
 Guru dituntut melibatkan orang tua secara bermakna dalam proses pendidikan.

Namun kondisi yang berbeda tampak untuk anak berkekhususan berupa anak cerdas istimewa. Anak cerdas istimewa yang biasanya hanya di tangani di sekolah inklusi dengan kelas reguler, diberi kesempatan untuk sewaktu-waktu menghadiri kelas khusus yang sesuai dengan kebutuhan mereka yang dapat mengembangkan lebih jauh lagi potensi mereka.

Untuk itu perlu kesiapan pihak sekolah dari segi komitmen, kurukulum, prasarana, guru dan juga tenaga ahli untuk menunjang kesempatan anak-anak berkebutuhan khusus dapat bersekolah seperti layaknya anak normal lainnya.

Komentar

Popular Posts

Penelitian Etnografi

PENGERTIAN               Penelitian etnografi adalah termasuk salah satu pendekatan dari penelitian kualitatif. Penelitan etnografi di bidang pendidikan diilhami oleh penelitian sejenis yang dikembangkan dalam bidang sosiologi dan antropologi. Penelitian etnografi pernah dilakukan oleh peneliti bernama Jonathan Kozol, dalam rangka melukiskan perjuangan dan impian para warga kulit hitam dalam komunitas yang miskin dan terpinggirkan di daerah Bronx, New York [1] . Penelitian kualitatif dengan pendekatan ini kemudian banyak diterapkan dalam meneliti lingkungan pendidikan atau sekolah.                          Menurut Miles & Hubberman seperti yang dikutip oleh Lodico, Spaulding & Voegtle, Etnografi berasal dari bahasa Yunani ethos dan grapho s. Yang berarti tulisan mengenai kelompok budaya. Sedangkan Menurut Le Clompte dan Schensul etnografi adalah metode penelitian yang berguna untuk menemukan pengetahuan yang terdapat atau terkandung dalam suatu budaya atau komunitas tertent

Asumsi dalam Ilmu (Ontologi Filsafat Ilmu bag 3)

by dwining bintarawati Asumsi dalam Ilmu Waktu kecil segalanya kelihatan besar, pohon terasa begitu tinggi, orang-orang tampak seperti raksasa Pandangan itu berubah setelah kita berangkat dewasa, dunia ternyata tidak sebesar yang kita kira, wujud yang penuh dengan misteri ternyata hanya begitu saja. Kesemestaan pun menciut, bahkan dunia bisa sebesar daun kelor, bagi orang yang putus asa. Katakanlah kita sekarang sedang mempelajari ilmu ukur bidang datar (planimetri). Dengan ilmu itu kita membuat kontruksi kayu bagi atap rumah kita. Sekarang dalam bidang datar yang sama bayangkan para amuba mau bikin rumah juga. Bagi amuba bidang datar itu tidak rata dan mulus melainkan bergelombang, penuh dengan lekukan yang kurang mempesona. Permukaan yang rata berubah menjadi kumpulan berjuta kurva. Asumsi dan Skala Observasi Mengapa terdapat perbedaan pandangan yang nyata terhadap obyek yang begitu kongkret sperti sebuah bidang? Ahli fisika Swiss Charles-Eugene Guye menyimpulkan gejala itu

Pengertian dan Tujuan Pendidikan menurut UU Sisdiknas

Karena UU Sisdiknas itu puanjang, aku kutipin sebagian tentang pengertian dan tujuan pendidikan menurut UU RI No 2 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal-pasal ini minimal akan sering kita pakai untuk rujukan diawal Check this out BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1  Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. 2. Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. 3. Sistem pendidikan nasional adalah   keseluruhan komponen pendidikan yang sali

Filsafat Pendidikan Realisme

BAB I PENDAHULUAN A.      LATAR BELAKANG Filsafat pendidikan adalah aplikasi dari filsafat umum dalam pendidikan. Berbeda dengan Filsafat Umum yang objeknya adalah kenyataan keseluruhan segala sesuatu. Filsafat Khusus /terapan mempunyai objek kenyataan salah satu aspek kehidupan manusia yang dalam hal ini adalah pendidikan. Filsafat pendidikan menyelidiki hakikat pelaksanaan pendidikan yang bersangkut paut dengan tujuan, latar belakang cara dan hasilnya serta hakikat ilmu pendidikan yang bersangkut paut terhadap struktur kegunaannya. Seperti halnya filsafat yang lain, filsafat pendidikanpun bersifat spekulatif, preskriptif dan analitik. Spekulatif artinya filsafat pendidikan membangun teori-teori tentang hakikat pendidikan manusia, hakikat masyarakat dan hakikat dunia. Preskriptif artinya filsafat pendidikan menentukan tujuan pendidikan yang harus diikuti dan dicapai. Analitik artinya filsafat pendidikan menjelaskan pertanyaan-pertanyaan yang spekulatif dan perspektif. Filsafat ilm

Pendekatan Evaluasi Program Berorientasi Tujuan ( Objective – Oriented Evaluation Approach)

Pendahuluan Dari awal pesatnya perkembangan evaluasi pendidikan tahun 60-70 an sampai sekarang , para ahli telah mengembangkan sekitar 50 model/pendekatan evaluasi Banyaknya model ini juga didasarkan oleh beberapa pendekatan pada evaluasi , jenis/bentuk evaluasi juga tujuan evaluasi. Evaluasi program merupakan proses deskripsi , pengumpulan data dan penyampaian informasi kepada pengambil keputusan yang akan dipakai untuk pertimbangan apakah program perlu diperbaiki, dihentikan atau diteruskan. Berdasarkan objektivisme dan subjektivisme, 50 model yang ada sebenarnya bisa dikelompokkan menjadi 6 pendekatan, yaitu 1. Pendekatan berorientasi tujuan ( objectives-oriented approaches/goal oriented approach ) 2. Pendekatan berorientasi manajemen ( management – oriented approaches ) 3. Pendekatan berorientasi pemakai ( consumer – oriented approaches ) 4. Pendekatan berorentasi kepakaran ( expertise – oriented approaches ) 5. Pendekatan berorientasi ketidaksamaan ( adversary-eriented appr