Langsung ke konten utama

Pendekatan Evaluasi Program Berorientasi Tujuan ( Objective – Oriented Evaluation Approach)

Pendahuluan
Dari awal pesatnya perkembangan evaluasi pendidikan tahun 60-70 an sampai sekarang , para ahli telah mengembangkan sekitar 50 model/pendekatan evaluasi Banyaknya model ini juga didasarkan oleh beberapa pendekatan pada evaluasi , jenis/bentuk evaluasi juga tujuan evaluasi. Evaluasi program merupakan proses deskripsi , pengumpulan data dan penyampaian informasi kepada pengambil keputusan yang akan dipakai untuk pertimbangan apakah program perlu diperbaiki, dihentikan atau diteruskan.
Berdasarkan objektivisme dan subjektivisme, 50 model yang ada sebenarnya bisa dikelompokkan menjadi 6 pendekatan, yaitu
1. Pendekatan berorientasi tujuan (objectives-oriented approaches/goal oriented approach)
2. Pendekatan berorientasi manajemen (management – oriented approaches)
3. Pendekatan berorientasi pemakai (consumer – oriented approaches)
4. Pendekatan berorentasi kepakaran (expertise – oriented approaches)
5. Pendekatan berorientasi ketidaksamaan (adversary-eriented approaches)
6. Pendekatan berorientasi naturalistik-partisipan (naturalistic and participant-oriented approaches)
Pada tulisan kali ini akan dibahas pendekatan berorientasi tujuan khususnya model Tyler.


Pendekatan berorientasi Tujuan
Pendekatan berorientasi tujuan ini pertama kali dikenalkan oleh Ralph Tyler tahun 40-50 an sebagai standar baru bagi evaluasi pendidikan. Sebelumnya untuk mengevaluasi bidang pendidikan dilakukan dengn tes yang menggunakan acuan kriteria. Tyler menggunakan metodologi yang lebih kompleks untuk menghubungkan hasil pencapaian siswa dengan hasil belajar yang diinginkan

Tyler merumuskan evaluasi hasil belajar dari tujuan pembelajaran berdasarkan taksonomi tujuan pembelajaran yang dikembangkan oleh Bloom dan Krathwohl. Pendekatan ini kemudian diberinama Pendekatan/ model Tyler, sesuai nama pengembangnya. Model Tyler ini kemudian banyak dipakai untuk mengevaluasi hasil atau program pendidikan. Cara pendekatan berorientasi tujuan ini bisa juga digunakan untuk mengevaluasi program lain seperti program kesehatan.

Dalam perkembangan lebih lanjut, model/pendekatan berorientasi tujuan in kemudian dikembangkan atau disempurnakan lagi oleh Metffessel dan Michael tahun 1967, oleh Provus 1973 dan juga oleh Hammond. Dari berapa-berapa model pendekatan baru ini ciri utamanya tetap sama yaitu jika suatu kegiatan atau program sudah mempunyai tujuan yang hendak dicapai, maka evaluasinya berfokus pada apakah tujuan itu telah dicapai.

Model Tyler
Evaluasi berorientasi program dari Tyler ini didesain untuk menggambarkan sejauh mana tujuan program telah dicapai. Tyler menggunakan kesenjangan antara apa yang diharapkan dan apa yang berhasil diamati untuk memberikan masukan terhadap kekurangan dari suatu program. Pendekatan ini memfokuskan pada tujuan spesifik dari program dan sejauh mana prorgam ini telah berhasil mencapai tujuan tersebut.

Dalam bidang pendidikan, kegiatan yang bisa dievaluasi oleh pendekatan ini bisa saja sesimpel kegiatan harian di kelas atau bahkan kegiatan kompleks yang melibatkan seluruh sekolah. Hasil yang diperoleh dari evaluasi ini nantinya dapat dipakai untuk merumuskan kembali tujuan dari kegiatan, mendefinisikan kembali kegiatan/program, prosedur penilaian dan perangkat yang digunakan untuk menilai pencapaian tujuan.
Berikut ini langkah-langkah dari Tyler untuk menentukan sejauh mana tujuan program/kegiatan pendidikan telah dicapai
1. Menetapkan tujuan umum
2. Menggolongkan sasaran atau tujuan
3. Mendefinisikan tujuan dalam konteks istilah perilaku
4. Menentukan situasi dimana pencapaian tujuan dapat ditunjukkan
5. Mengembangkan atau memilih tenik pengukuran
6. Mengumpulkan data kinerja
7. Membandingkan data kinerja dengan perilaku yang menggambarkan tujuan.

Setelah langkah terakhir ini selesai, kesenjangan antara kinerja dan tujuan yang diinginkan dapat diketahui. Kemudian hasil ini digunakan untuk mengoreksi kekurangan program. Saat program koreksi berjalan, berikutnya siklus evaluasi ini bisa diulang kembali.

Pemikiran Tyler ini secara logis bisa diterima dan juga mudah dipakai oleh para praktisi evaluasi pendidikan. Dalam kegiatan belajar mengajar seorang guru/praktisi pendidikan pasti akrab denga tujuan umum dan tujuan khusus setiap kegiatan pendidikan. Tyler juga menggunakan pre-test dan post-test untuk digunakan sebagai salah satu teknik pengukuran.

Tyler juga mendeskripsikan 6 tujuan dari sekolah (khususnya sekolah di amerika)
 Menguasai informasi
 Mengembangkan kebiasan kerja dan keteramilan belajar
 Mengembangkan cara berpikir yang efektif
 Menginternalisasikan sikap, minat, apresiasi dan kepekaan sosial
 Menjaga kesehatan fisik
 Mengembangkan filsafat hidup

Tyler menekankan perlu penyaringan tujuan umum sebelum menerimanya sebagai basis untuk mengevaluasi kegiatan. Dalam bidang pendidikan, cara mengnyaringnya dengan mengajukan pertanyaan yang bermakna mengenai filsafat, sosial dan pedagogis.

Sanders dan Cunningham 1975 juga menyarankan pentingnya metode logika dan empiris daalam mengevaluasai sasaran.
Metode logika mencakup
 Memeriksa kekuataan dari argumen atau rasional dibalik masing-masing tujuan
 Memeriksa konsekuensi dari pencapaian sasaran atau tujuan
 Mempertimbangkan nilai-nilai hukum, kebijakan, moral dan kondisi ideal.

Sedangkan metode empiris mencakup
 Mengumpulkan data untuk menggambarkan keputuan tentang nilai dari suatu tujuan atau sasaran
 Mengatur diskusi dengan para ahli untuk mengavaluasi sasaran atau tujuan
 Mempelajari catatan arisip
 Melaksanakan pilot study untuk melihat pencapaian tujuan

Model Tyler yang banyak digunakan sebagai evaluasi berorientasi tujuan ini telah mengilhami para ahli untuk mengembangkan model turunannya antara sbb:

a. Paradigma Evaluasi Metfessel dan Michael
Model ini lahir tahun 1967 di mana model ini banyak diilhami oleh tradisi pendekatan Tyler. Paradigma evaluasi ini menawarkan 8 langkah proses evaluasi, meliputi
 Melibatkan stakeholders sebagai fasilitator evaluasi program
 Memrumuskan model kohesi dai tujuan khusus dan sasaran.
 Menerjemahkan tujuan khusus ke dalam bentuk yang komunikatif
 Memilih dan membuat instrumen
 Melaksanakan observasi pereiodik menggunakan instrumen tes yang dipilih
 Menganalisa data menggunakan moetode yang sesuai
 Menginterpretasi data menggunakan standar level yang diinginkan
 Membuat rekomendasi untuk implementasi yang akan datang, modifikasi dan revisi tujuan umum dan tujuan khusus

b. Model Evaluasi Kesenjangan Provus
Model ini dikembangkan oleh Malcolm Provus. Provus melihat evaluasi sebagai proses informasi manajemen yang berkesinambungan. Meskipun tampak seperti pendekatan berorientasi manajemen tapi model ini lebih diilhami oleh tradisi evaluasi Tyler.
Provus melihat evaluasi sebagai proses berikut
 Memilih standard (istilah lain dari tujuan)
 Menentukan adanya kesenjangan antara jinerja dari program dan standar kinerja
 Menggunakan informasi kesenjangan untuk memutuskan program agar di tingkatkan, dipelihara atau dibatalkan
Provus menamakan pendekatannya ini sebagai Model Evaluasi Kesenjangan (DEM- Discrepancy Evaluation Model)
Provus juga menunjukkan bahwa selama program masih dikembangkan ada 4-5 tahap perkermbangan
a. Definisi
b. Instalasi
c. Proses
d. Produk
e. Cost-benefit (optional)



c. Kubus Evaluasi Hammond
Hammond mengembangkan konsep ini pada tahun 1973, yang menggambarkan bahwa tujuan program bisa dianalisa dengan menggunakan kerangka kerja 3 dimensi.

d. Model Logika
e. Teori Program
dikembangkan oleh Chen

Model lain yang agak berbeda adalah goal-free evaluation, yaitu model evaluasi yang mencoba membembaskan diri dari tujuan yang “mengkungkungnya”. Pendekatan ini didasari pemikiran bahwa kadang ada tujuan atau nilai penting yang ternyata tidak ditetapkan pada awal dikembangkannya suatu program
Akan lebih baik jika model evaluasi bebas tujuan dan evaluasi berorientasi tujuan ini digunakan bersamaan untuk saling melengkapi, bukan untuk berdiri sendiri- sendiri.

Kekuatan dan Kelemahan Pendekatan Evaluasi berorientasi Tujuan
.
Kekuatan utama dari pendekatan evaluasi berorientasi tujuan adalah kelugasannya. Pendekatan ini mudah dimengerim mudah diikuti,  mudah diterapkan dan juga mudah disetujui untuk diteliti oleh direktur program. PEndekatan ini telah menstimulasi pengembangan teknik, prosedur pengukuran dan instrumen untuk berkembang. Literatur mengenai pendekatan ini pun berlimpah, ide kreatif dan model-model baru yang lahir dari pendekatan inipun banyak bermunculan. Dengan pendekatan ini pemilik program bisa melihat lebih jelas hasil pencapaian dari suatu program sehingga bisa menilai dan menimbang suatu program.


Namun walau pendekatan ini banyak berguna , ada beberapa kritik yang muncul mengenai pendekaan berorientasi tujuan ini, spt yang diungkapkan oleh fitzpatrick, sanders dan worthen sebagai berikut
  • kurangnya komponen evaluasi yang riil, lebih menekankan mengukur tujuan pencapaian daripada keberhargaan tujuan itu sendiri
  • kekurangan standar untuk mempertimbangkan kesenjangan yang penting antara hasil observasi dengan level kinerja
  • mengabaikan nilai dari tujuan itu sendiri
  • mengabaikan alternatif penting dalam mempertimbangkan perencanaan program
  • melupakan konteks mengenai objek evaluasi dilaksanakan
  • mengabaikan hasil penting yang diperoleh yang tidak diungkapakan dalam tujuan
  • meninggalkan bukti informasi program yang tidak menggambarkan tujuan program
  • menghasilkan pendekatan yang linier dan kurang fleksibel
Daftar pustaka

Fitzpatrick, Jody L, Sanders, James R, Worthen, Blaine R, Program Evaluation Alternative Approaches and Practical Guidelines, Pearson Education, 2004
Sutikno, Muzayanah, Modul kuliah Evaluasi Program, Jakarta, 2010
Tayibnapis, Farida Y, Evaluasi Program dan Instrumen Evaluasi, Rineka Cipta, Jakarta 2008.

    Komentar

    Popular Posts

    Penelitian Etnografi

    PENGERTIAN               Penelitian etnografi adalah termasuk salah satu pendekatan dari penelitian kualitatif. Penelitan etnografi di bidang pendidikan diilhami oleh penelitian sejenis yang dikembangkan dalam bidang sosiologi dan antropologi. Penelitian etnografi pernah dilakukan oleh peneliti bernama Jonathan Kozol, dalam rangka melukiskan perjuangan dan impian para warga kulit hitam dalam komunitas yang miskin dan terpinggirkan di daerah Bronx, New York [1] . Penelitian kualitatif dengan pendekatan ini kemudian banyak diterapkan dalam meneliti lingkungan pendidikan atau sekolah.                          Menurut Miles & Hubberman seperti yang dikutip oleh Lodico, Spaulding & Voegtle, Etnografi berasal dari bahasa Yunani ethos dan grapho s. Yang berarti tulisan mengenai kelompok budaya. Sedangkan Menurut Le Clompte dan Schensul etnografi adalah metode penelitian yang berguna untuk menemukan pengetahuan yang terdapat atau terkandung dalam suatu budaya atau komunitas tertent

    Asumsi dalam Ilmu (Ontologi Filsafat Ilmu bag 3)

    by dwining bintarawati Asumsi dalam Ilmu Waktu kecil segalanya kelihatan besar, pohon terasa begitu tinggi, orang-orang tampak seperti raksasa Pandangan itu berubah setelah kita berangkat dewasa, dunia ternyata tidak sebesar yang kita kira, wujud yang penuh dengan misteri ternyata hanya begitu saja. Kesemestaan pun menciut, bahkan dunia bisa sebesar daun kelor, bagi orang yang putus asa. Katakanlah kita sekarang sedang mempelajari ilmu ukur bidang datar (planimetri). Dengan ilmu itu kita membuat kontruksi kayu bagi atap rumah kita. Sekarang dalam bidang datar yang sama bayangkan para amuba mau bikin rumah juga. Bagi amuba bidang datar itu tidak rata dan mulus melainkan bergelombang, penuh dengan lekukan yang kurang mempesona. Permukaan yang rata berubah menjadi kumpulan berjuta kurva. Asumsi dan Skala Observasi Mengapa terdapat perbedaan pandangan yang nyata terhadap obyek yang begitu kongkret sperti sebuah bidang? Ahli fisika Swiss Charles-Eugene Guye menyimpulkan gejala itu

    Pengertian dan Tujuan Pendidikan menurut UU Sisdiknas

    Karena UU Sisdiknas itu puanjang, aku kutipin sebagian tentang pengertian dan tujuan pendidikan menurut UU RI No 2 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal-pasal ini minimal akan sering kita pakai untuk rujukan diawal Check this out BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1  Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. 2. Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. 3. Sistem pendidikan nasional adalah   keseluruhan komponen pendidikan yang sali

    Filsafat Pendidikan Realisme

    BAB I PENDAHULUAN A.      LATAR BELAKANG Filsafat pendidikan adalah aplikasi dari filsafat umum dalam pendidikan. Berbeda dengan Filsafat Umum yang objeknya adalah kenyataan keseluruhan segala sesuatu. Filsafat Khusus /terapan mempunyai objek kenyataan salah satu aspek kehidupan manusia yang dalam hal ini adalah pendidikan. Filsafat pendidikan menyelidiki hakikat pelaksanaan pendidikan yang bersangkut paut dengan tujuan, latar belakang cara dan hasilnya serta hakikat ilmu pendidikan yang bersangkut paut terhadap struktur kegunaannya. Seperti halnya filsafat yang lain, filsafat pendidikanpun bersifat spekulatif, preskriptif dan analitik. Spekulatif artinya filsafat pendidikan membangun teori-teori tentang hakikat pendidikan manusia, hakikat masyarakat dan hakikat dunia. Preskriptif artinya filsafat pendidikan menentukan tujuan pendidikan yang harus diikuti dan dicapai. Analitik artinya filsafat pendidikan menjelaskan pertanyaan-pertanyaan yang spekulatif dan perspektif. Filsafat ilm