Minggu demi minggu berikutnya, tempat dan meja itu menjadi tempat favorit Nana dan Dito. Asyik juga rupanya punya sahabat perpustakaan menurut Nana. Jika harus pergi sejenak, entah sholat atau ke belakang, mereka bisa bergantian, tanpa kehilangan meja favorit mereka.
Mereka kadang mengobrol, tetapi lebih banyak mereka asik dengan buku atau laptop masing-masing.
____
Hari itu, di area loker perpustakaan, Dito sepertinya mempunyai camilan lebih.
"Ini buatmu," kata Dito.
Nana takjub juga, itu camilan kesukaannya.
"Kamu tahu kesukaanku, ya!"
"Tahulah, bukannya kita ini teman?"
Nana tersenyum.
"Na, boleh aku tahu nomor WA-mu?"
Nana kaget, tetapi ia diktekan juga nomornya.
"Thanks. Tuh, yang barusan masuk itu nomorku. Simpan, ya!" kata Dito
Nana melihat notifikasi baru.
Nana mengetik "Dito Teman Perpus."
Lalu menekan tombol save.
"Sudah!" kata Nana.
Dito tersenyum.
Sore hari mereka pun pulang turun bersama. Dito pemuda yang sopan. Menjaga Nana selalu di sisi dalam. Mereka sampai ke depan Labtek.
"Kamu pulang ke arah mana?"
"Ke Selatan," jawab Nana. "Tetapi aku mau ke jurusan dahulu."
"Na, kalau aku bawa mobil, kapan-kapan kuantar, ya!"
"Ah, ga perlu repot-repot."
Mereka pun berpisah jalan.
Malam itu sebelum tidur. Nana tak bisa berhenti memikirkan Dito. Padahal belum lama mengenal Dito saja, rasanya nyaman bersamanya. Sekarang, beberapa kali dalam seminggu, ia sudah terbiasa ditemani Dito di perpustakaan. Rasanya wajah Dito juga tak jelek. Ia termasuk tampan malah.
Namun, begitu sadar memikirkan Dito, ia buru-buru menghilangkan lamunannya.
"Aduh, ngapain aku mikirin Dito. Nana memang kamu ga kapok?! Mau cari pacar lagi di kampus?! Sekarang tujuanmu belajar, bikin bangga Mama!" Nana berkata pada diri sendiri.
Tiba-tiba ada notifikasi masuk. Dari Dito. Nana langsung antusias.
"Hai, Na. Ini, Dito. Udah di-save-kan, nomorku"
"Hai, Dito. Iya, tadi udah ku-save, kan?"
"Ah, iya. Kamu lagi apa? Jangan-jangan lagi mikirin aku?"
Nana tertawa. Merasa Dito terlalu percaya diri, tetapi, kok tebakannya benar.
"Kamu kali yang mikirin aku, sampai belum tidur."
"Kok, kamu tahu, sih?"
Mereka pun asyik bercanda, berbalas pesan, dan emoticon lucu. Tak terasa sudah jam 11 malam.
"Eh, besok kalau ga salah kamu kuliah pagi, Na."
"Ah, iya. Dito aku tidur dulu, ya. Makasih udah WA aku."
"Sama-sama, mimpi indah, ya."
Nana pun menutup percakapan dengan emoticon tidur.
______
Siang ini Bandung rasanya panas terik. Membuat orang malas berkeliaran di kampus. Biasanya cuaca begini paling enak membujuk Alia minum jus dingin di kantin. Tetapi ini jadwal Dito ke perpustakaan, Nana tak sabar untuk pergi ke perpustakaan. Sudah beberapa hari ia belum bertemu Dito.
Nana bertemu Dito di lobi perpustakaan.
"Siang, Nana!" sapaannya saja sudah indah terdengar di telinga Nana.
"Hari ini panas banget, ya!" kata Nana.
Tahu-tahu Dito mengulurkan sebotol minuman dingin.
"Eh, ga usah, buat kamu aja."
"Ini aku ada," kata Dito
"Duh, makasih banyak."
Nana memang kepanasan, iya langsung membuka tutup botol, dan meneguknya sampai puas. Ia merasa lucu juga, Dito itu seperti tahu apa yang sedang dipikirkannya. Jangan-jangan wajahnya tadi terlalu memelas bagai orang di gurun perlu seteguk air, pikir Nana.
Saat pulang, mereka pun keluar bersama. Dan kali ini mereka berjalan bersama, turun dari perpus pusat.
Nana bercerita bahwa ia beberapa hari ini ke kampus naik motor.
"Memang kamu bisa?", Dito tampak sangsi.
"Kan matik."
Nana kalau sedang asyik mengobrol, ia tak sadar apa yang ada di sekitarnya. Saat itu, ada motor melintas cukup cepat Dito kaget melihat Nana tak menyadarinya, ia langsung menarik lengan Nana.
"Kamu ini, ya! Tak tahu di dalam kampus juga ada kendaraan lewat!" Tegur Dito yang tampaknya cukup terkejut.
Tetapi Nana yang bingung, mencoba tersenyum.
"Aku sering lupa. Maaf," jawab Nana jujur.
"Aku tak bisa tenang ini. Tidak bisa tidak. Aku antar kamu pulang, ya! Di kampus saja kamu ceroboh."
"Tetapi aku kalau di jalan raya hati-hati, kok!" protes Nana.
"Aku tak percaya, aku ikut kamu pulang!"
Sambil berjalan ke arah tempat parkir, Nana mencoba menjelaskan.
"Dito... Aku bukan anak-anak."
"Kamu seperti anak-anak. Pasti pernah hampir keserempet, ya?"
"Hmm... Eng..."
"Pernah, kan? Makanya aku antar."
"Tapi mobilmu?"
"Urusan gampang, jangan banyak alasan. Mana kuncimu?"
Nana pun menurut, ia menyerahkan kunci skutiknya dengan pasrah. Nana masih mencoba membela diri bahwa meski tidak lihai dia cukup hati-hati. Ternyata Dito orangnya sulit diyakinkan.
Sampai di tempat parkir, Dito cukup mengenal tukang parkir di kampus. Ia pun meminjam helm.
Dito mengeluarkan motor yang Nana tunjuk, dan menaikinya.
Dito melihat Nana hanya terpaku
"Ayo, naik!" kata Dito pada Nana.
Nana pun membonceng skutiknya sendiri.
Nana masih merasa tidak percaya. Dito yang malah mengendarai motornya. Dan Nana merasakan perasaan deg-degan juga dibonceng Dito. Setelah sekian menit, ia baru bisa menguasai rasa groginya. Nana pun bisa menikmati perjalanan juga. Dan bersama Dito, Nana rupanya merasa aman.
"Kamu...mengapa pengen ke kampus naik motor?"
"Supaya mandiri seperti sepupu-sepupu aku," jawab Nana.
"Tapi Bandung sekarang tidak seperti dahulu. Dan kamu orangnya ceroboh."
Nana menebak-nebak apa Dito benar mencemaskannya.
Tak terasa mereka sudah memasuki daerah rumah Nana.
"Masuk ke jalan itu," kata Nana.
Mereka pun akhirnya sampai di depan rumah Nana.
"Tak usah, tak usah!" Nana menghentikan Dito yang berusaha memasukkan motornya ke halaman. "Aku ini sudah merepotkanmu. Kamu masih harus kembali ke kampus."
"Iya, deh."
Dito melihat Mama Nana, Tante Nia, keluar. Dito pun berpamitan dengan sopan.
Ia lalu berbisik pada Nana, "Sampai besok!"
Kak Dika menggoda Nana saat makan malam. Ia melihat Nana tak berhenti tersenyum malam itu.
"Ada yang diantar cowo pulang, nih. Sampai ga sadar senyum-senyum sendiri."
Nana sebal digoda kakaknya.Begitu selesai makan malam, Nana buru-buru masuk ke kamarnya.
Biasanya Nana saat santai begini, menonton drama korea di hpnya. Tetapi kali ini, ia malah memikirkan peristiwa tadi sore saat berboncengan. Ia tersenyum. Tiba-tiba Nana penasaran dan mengirim pesan pada Dito.
"Kamu sudah sampai di rumah?"
"Sudah."
"Udah makan?"
"Lagi makan."
"Makasih, ya sudah antar aku pulang. Met makan, ya!"
Perasaan Nana berbunga-bunga. Kak Dika benar, rasanya ia tak bisa berhenti tersenyum hari ini.
____
"Kamu bawa motor lagi?" Suara Dito meninggi dan terdengar agak keras di perpustakaan yang sedang sepi.
"Sst!" kata Nana.
Dito memandang wajah Nana. Nana pura-pura tak melihat, dan pura-pura sibuk menyelesaikan laporannya.
Baru juga pukul 4, tiba-tiba Dito mengajak pulang.
"Kamu bawa motor, semakin sore takutnya semakin rame."
Nana merasa alasan Dito masuk akal juga. Mereka pun mengemasi laptop mereka.
Mereka turun dari perpustakaan menuju tempat parkir bersama-sama. Dito seperti sudah mengerti perilaku Nana yang ceroboh seperti anak-anak remaja perempuan. Sekarang, bak penjaga Nana, ia tak membiarkan Nana seenaknya berjalan atau melintas. Ia juga mengikuti ke mana Nana pergi. Termasuk saat Nana ingin mampir membeli minuman. Nana membeli 2 minuman. Satu diberikannya pada Dito.
Nana melihat wajah Dito bukannya senang, tetapi berkerut memikirkan sesuatu.
"Ada apa?" tanya Nana.
"Aku ikuti kamu pulang, ya. Aku naik motor juga. Aku ikuti kamu dari belakang." Dito akhirnya bicara.
Rupanya Dito mencemaskan Nana.
"Dito, aku ini sudah sering naik motor di kompleks. Dan aku juga bukan seperti emak-emak yang nyelonong di belokan. Atau sen kiri, padahal mau belok kanan."
Dito mulai tersenyum, kerutan di tengah dahinya menghilang.
"Aku percaya, deh. Tetapi tetap biar aku antar, ya."
"Baiklah."
Perjalanan pun lancar, dan mereka pun tiba di depan rumah Nana. Begitu melihat Nana memasukkan motor ke halaman rumahnya, Dito pun pamit. Sambil melambaikan tangannya ia pergi.
"Hati-hati di jalan!" teriak Nana.
Nana tersenyum, Dito sekarang bukan sekedar teman perpus saja baginya. Teman pria yang membuatnya merasa aman. Dan Nana tak sabar untuk kembali bertemu dengannya besok.
____
Keesokan harinya, pagi-pagi, saat bersiap berangkat ke kampus, tak disangka Nana sudah melihat ada notifikasi WA dari Dito. Pesan dari 15 menit yang lalu.
"Aku jemput kamu, ya! Kamu pergi ke kampus hari ini bareng aku aja."
Nana langsung menjawab.
"Dito, ga usah merepotkan."
Dua centang biru. Lalu terlihat "typing..."
"Ga repot, kok. Aku sudah parkir di seberang rumahmu. Cepetan, kutunggu, ya!"
Nana kaget. Ia tak menyangka Dito sudah ada di seberang rumahnya. Mendadak Nana grogi. Ia sampai lupa apa barusan yang ia akan lakukan. Nana mencoba fokus ke barang-barang penting yang harus ia bawa saja. Laptop, charger, dompet, dan hp.
Ia pun bergegas keluar kamar.
"Apa Dito khawatir aku akan naik motor lagi?" pikir Nana.
Tante Nia, Mama Nana, melihat Nana yang tampak terburu-buru memakai sepatu.
"Mau pergi sekarang? Gak naik motor?"
"Bareng temen, Ma. Nana berangkat, Ma. Assalamualaikum!"
"Tapi Nana--," Mama Nana ingin mengingatkan sesuatu, tetapi Nana sudah berlari pergi.
(Bersambung...)
Ya ampuuun... masih lanjut ke bagian 3? Ditungguu...
BalasHapus