By Gina F & Balya Hulaimy
Secara umum teori mengenai kognitif membahas mengenai perkembangan kognitif dan proses kognitif.
Menurut Santrock (2008), Perkembangan adalah perubahan pola biologis, kognitif dan sosioemosional yang dimulai dari masa konsepsi dan terus berlangsung sepanjang hidup. Perkembangan dinyatakan dalam istilah periode/tahapan. Pola perkembangan anak begitu kompleks karena melibatkan proses-proses biologis, kognitif dan sosioemosional tadi. Proses kognitif melibatkan perubahan dalam berpikir, intelegensi dan bahasa anak. [1]
Teori Perkembangan Piaget
Psikolog Swis, Jean Piaget, merancang model yang mendeskripsikan bagaimana manusia memahami dunianya dengan mengumpulkan dan mengorganisasikan informasi. Menurut Piaget seperti yang dikutip Woolfolk (2009) perkembangan kognitif dipengaruhi oleh maturasi (kematangan), aktivitas dan transmisi sosial. Maturasi atau kematangan berkaitan dengan perubahan biologis yang terprogram secara genetik. Aktivitas berkaitan dengan kemampuan untuk menangani lingkungan dan belajar darinya. Transmisi sosial berkaitan dengan interaksi dengan orang-orang di sekitar dan belajar darinya. [2]
Piaget mengadakan penelitian pada anak mengenai perkembangan kognitif anak. Dari penelitiannya Piaget mengusulkan 4 tahapan perkembangan kognitif yang tiap tahapannya berhubungan dengan usia dan cara berpikir. Tahap-tahap itu adalah[3]
1. Tahap Sensorimotor (dari usia lahir sampai 2 tahun)
Pada tahap ini seorang bayi membangun pemahamannya tentang dunia sekitarnya melalui koordinasi pengalaman indrawinya dengan gerakan motorik. Pada awal masa perkembangan bayi tak berbeda jauh dari gerakan refleksnya. Di akhir tahapan seorang bayi mulai bisa membedakan dirinya dan dunia sekitarnya dan mulai menyadai bahwa objek akan tetap ada walau tak terlihat atau tak terdengar.
2. Tahap Preoperasional (kira-kira usia 2 sampai 7 tahun)
Ciri utama fase ini adalah berpikir simbolik dan berpikir intuitif, egosentris dan animisme serta suka mendengarkan dongeng. Berpikir simbolik pada fase ini adalah anak sudah dapat mengungkapkan konsep yang tersusun dalam skemata di dalam imajinasinya, dan diungkapkan dalan bentuk kalimat dan gambar. Sedangkan animisme artinya anak percaya bahwa objek yang tidak bergerak dapat melakukan kegiatan seperti benda hidup. [4] Pada tahap ini anak belum bisa berpikir konservasi atau irreversibel.
3. Tahap Operasional Konkret (kira-kira usia 7 sampai 11 tahun)
Menurut Santrok juga Jamaris, pada usia ini anak sudah mempu melakukan seriasi dan klasifikasi terhadap satu set objek dan juga menemukan hubungan logis antara elemen-elemen yang tersusun secara teratur (transitivity). Pada tahap ini anak juga mampu memecahkan masalah secara konkrit atau dalam bentuk kegiatan nyata. Selain itu anak juga sudah mulai mengurangi sifat egosentrisnya. Anak pada tahap ini sudah mengerti konsep irreversibel dan konservasi. Misalnya. Anak sudah mulai mengerti bahwa jika air dituangkan ke wadah lain maka volume/banyaknya tetap sama.
4. Tahap Operasional Formal (kira-kira usia 11- 15 tahun sampai dewasa)
Tahap operasional formal adalah tahap terakhir perkembangan kognitif menurut teori Piaget. Siswa pada usia ini telah mampu berpikir abstrak, idealistis dengan cara yang logis.
Proses Kognitif
Piaget juga mengemukakan teori mengenai proses kognitif. Menurut Piaget, proses kognitif ketika anak mengkontruksi pengetahuannya melibatkan skema, asimilasi dan akomodasi, organisasi dan ekuilibrium.
Piaget memunculkan definisi Skema dalam teorinya. Menurut Teori Piaget, seperti yang dikutip oleh Santrock adalah kegiatan atau representasi mental dalam menyusun pengetahuan. Sedangkan Jamaris (2010) menerjemahkan skema atau skemata dalam bentuk jamak adalah struktur pengetahuan yang disimpan dalam ingatan. Woolfolk (2008) menjelaskan bahwa skema adalah sistem tindakan atau pikiran yang terorganisasi yang memungkinkan kita untuk mepresentasikan secara mental atau memikirkan tentang berbagai objek dan kejadian di dunia. Skema bisa sangat kecil dan spesifik misalnya skema mengenali setangkai mawar atau skema yang lebih bear dan umum misalnya skema mengkategorikan tanaman. [5]
Seperti yang dikutip oleh Jamaris, asimilasi adalah proses kognitif yang mencocokkan informasi yang diterima dengan informasi yang telah ada dalam struktur pengetahuan (skema). Sedangkan akomodasi adalah proses yang terjadi dalam menggunakan informasi yang telah ada untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Jika pada suatu hal apabila informasi yang ada tidak dapat digunakan untuk memecahkan masalah, lalu individu akan mencari cara lain untuk memecahkan masalah. Proses yang terakhir dikenal dengan nama ekuilibrium.[6]
Teori Piaget juga menjelaskan mengenai pengorganisasian, yaitu mengelompokkan perilaku dan berpikir melalui tingkat berpikir yang lebih tinggi. Pengorganisasian secara kognitif ini diperlukan seseorang untuk bisa memahami dunia sekitar. [7]
Analisa Teori Piaget
Banyak peneliti melakukan penelitian ulang atau berusaha menelaah hasil penelitian Piaget mengenai tahapan perkembangan kognisi anak dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan/tugas-tugas Piaget. Pendapat- pendapat yang muncul bahwa perkembangan anak itu berlangsung gradual tidak terjadi tiba-tiba. Selain itu kadang ada anak yang kemampuannya melebihi batasan usia itu ada yang memang lebih cepat dalam aspek-aspek tertentu. Ada juga yang berpendapat bahwa Piaget terlalu meremehkan kemampuan kognisi pada anak-anak kecil. Seperti yang dikutip oleh Woolfolk, Piaget juga dikritik bahwa anak-anak dan orang dowasa juga seringkali berpikir dengan cara-cara yang tidak konsisten dengan gagasan tahap-tahap yang tidak bervariasi. Hasil karya ini juga dikritik karena Piaget dianggap tidak melihat faktor-faktor kultural dalam perkembangan anak.
Kemudian muncul pembaharu teori Piaget yang terilhami oleh Teori Piaget dan dikenal dengan Neo – Piagetian. Neo-piagetian tetap mempertahankan kontruksi pengetahuan anak dan tren-tren umum di dalam pemikiran anak, tetapi menambahkan temua-temuan dari pemrosesan informasi tentang peran atensi, ingatan dan strategi [1].
Implementasi Teori Piaget
Pembelajaran dilakukan dengan memusatkan perhatian kepada berfikir atau proses mental anak, tidak sekedar pada hasilnya dan mengutamakan peran siswa dalam kegiatan pembelajaran serta memaklumi adanya perbedaan individu dalam kemajuan perkembangan yang dapat dipegaruhi oleh perkembangan intelektual anak. Teori dasar perkembangan kognitif dari Jean Piaget mewajibkan guru agar pembelajaran diisi dengan kegiatan interaksi inderawi antara siswa dengan benda-benda dan fenomema konkrit yang ada di lingkungan serta dimaksudkan untuk menumbuh-kembangkan kemampuan berpikir, antara lain kemampuan berpikir konservasi.
Menurut Hunt, seperti yang dikutip oleh Woolfolk (2009) siswa tidak boleh dibuat bosan oleh pekerjaan yang terlalu mudah atau dibiarkan tertinggal oleh pengajaran yang tidak mereka pahami. Disekuilibrium harus dijaga benar-benar pas untuk mendorong pertumbuhan. [1]
Inti dari implementasi teori Piaget dalam pembelajaran antara lain sebagai berikut :
1. Memfokuskan pada proses berfikir atau proses mental anak tidak sekedar pada produknya. Di samping kebenaran jawaban siswa, guru harus memahami proses yang digunakan anak sehingga sampai pada jawaban tersebut.
2. Pengenalan dan pengakuan atas peranan anak-anak yang penting sekali dalam inisiatif diri dan keterlibatan aktif dalam kegaiatan pembelajaran. Dalam kelas Piaget penyajian materi jadi (ready made) tidak diberi penekanan, dan anak-anak didorong untuk menemukan untuk dirinya sendiri melalui interaksi spontan dengan lingkungan.
3. Tidak menekankan pada praktek-praktek yang diarahkan untuk menjadikan anak-anak seperti orang dewasa dalam pemikirannya.
4. Penerimaan terhadap perbedaan individu dalam kemajuan perkembangan, teori Piaget mengasumsikan bahwa seluruh anak berkembang melalui urutan perkembangan yang sama namun mereka memperolehnya dengan kecepatan yang berbeda.
[1] Ibid., hlm. 28
[2] Anita Woolfolk, Educational Psychology, Active Learning Edition, Bagian Pertama, Edisi Bahasa Indonesia. (Yogyakarta : Pustaka Pelajar : 2009) hlm. 49-50
[3] Santrock, op. cit., hlm 38-44
[5] Anita Woolfolk. Educational Psychology. Edisi Bahasa Indonesia. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009) hlm. 51
[6] Ibid., hlm. 33
Komentar
Posting Komentar
Silakan tinggalkan komentar Anda