Melihat Nana datang, Dito turun. Ia lalu membukakan pintu mobil buat Nana.
"Pagi, Nana."
Tetapi begitu melihat kaki Nana, ia tampak tersenyum-senyum
Nana curiga.
"Ada apa?"
"Kaos kakimu itu."
Nana langsung memeriksa kaos kakinya.. Ternyata ia sampai tak sadar hanya memakai sebelah kaos kaki! Pantas tadi seperti Mama ingin mengingatkannya. Wajah Nana yang putih langsung tampak merah.
"Kita masih banyak waktu, santai saja. Aku tunggu di sini, kau kembalilah ambil kaos kaki," kata Dito
"Tak usah, kucopot saja."
Nana bersyukur dalam hati Dito tak mengoloknya.
Dito tampak sabar menunggu. Begitu Nana selesai memakai sepatunya kembali, ia baru menyalakan mobilnya.
Dito berusaha mencairkan suasana. Ia tahu benar wajah Nana masih merah menyiratkan malu.
"Maaf, ya, aku jemput kamu ga bilang-bilang dulu."
"Eh, aku yang berterima kasih ini. Kamu repot-repot jemput aku."
Dito pun menyetel radio agar suasana makin cair. Benar saja, Nana tak lama kemudian sudah tersenyum-senyum mendengarkan lelucon penyiar radio pagi ini.
Sambil menikmati lagu yang diputar di radio, Nana memperhatikan Dito yang sedang menyetir mobil. Nana lalu berpikir,
"Apa dia mencemaskanku akan berangkat naik motor, jadi pagi-pagi datang jemput aku?"
Tetapi Nana senang saja jika memang ada yang mempedulikannya atau mencemaskannya. Apalagi jika orang Itu Dito.
Nana baru sadar ia melamun sambil memandangi Dito saat dikagetkan suara Dito.
"Aku emang ganteng kok kalau lagi nyetir. Kamu ga usah takjub gitu."
"Si-Siapa lagi yang takjub? Dasar ge-er!"
Dito tertawa melihat Nana sewot dan malu.
Mereka pun tiba di kampus. Sebelum turun, Dito mengeluarkan sesuatu dari tasnya. Sebatang coklat. Ia ulurkan pada Nana.
"Buat aku?" Nana berbinar.
"Bukan, cuma mau nitip di tasmu."
Nana tahu Dito bercanda. Nana mengambil coklat dari tangan Dito.
"Makasih, Dito. Makasih atas coklatnya dan dijemput ke kampus juga."
Nana jalan ke jurusan dengan gembira. Insiden kecil di pagi hari tertutup oleh kebahagiaannya atas perhatian Dito. Kegembiraan Nana pagi ini, cukup terlihat di mata sahabatnya, Alia.
"Kamu kelihatan gembira amat hari ini! Ada apa hayo!"
"Kalau aku jutek kamu protes, aku gembira kamu protes juga?"
Nana ragu apa ia harus menceritakan perkembangannya bersama Dito pada Alia. Nana berpikir apakah ia terlalu bahagia padahal sekedar mendapat perhatian dari sobat perpus?
Namun dosen sudah masuk ke kelas. Berikutnya jadwal kuliah pun penuh, membuat Nana lupa untuk menceritakan kejadian pagi tadi kepada Alia.
Hari ini biasanya baik Nana dan Dito tak ada jadwal ke perpustakaan, karena mereka sama-sama ada jadwal sampai sore. Nana kuliah sampai siang, dilanjutkan praktikum sampai sore hari. Sedangkan Dito jadwal kuliahnya penuh seharian.
Tak Nana sangka, sebelum praktikum dimulai, di ponsel Nana sudah ada pesan dari Dito.
"Kamu praktikum, kan? Aku ga tahu ruang labmu. Selesai kamu praktikum, kita ketemu depan jurusanmu, ya!"
Nana tiba-tiba merasa gembira lagi. Suntuknya kuliah seharian langsung sirna. Ia ingat peristiwa manis dijemput Dito tadi pagi. Nana mulai melamun dan tidak fokus mempersiapkan praktikum. Alia, yang juga satu kelompok Nana sampai menegur.
"Hei, jangan melamun! Fokus, bisa rusak itu alat!"
Alia mulai mencium ada sesuatu yang terjadi pada sahabatnya hari ini.
Akhirnya praktikum Nana selesai juga. Begitu keluar dari jurusan, dengan harap-harap cemas, Nana menoleh ke kiri ke kanan. Ia mencari sosok Dito.
Dito ternyata datang. Tak sulit menemukan sosoknya yang jangkung dan tegap dari kejauhan. Ia memakai jaket warna khaki, dengan beberapa saku. Ia tampak keren, dan Dito memang tampan. Terutama di mata Nana saat itu. Hati Nana menjadi tak menentu. Mengapa kali ini ia deg-degan bertemu Dito? Apakah ia jatuh cinta lagi?
Dito pun melihat Nana. Ia melambaikan tangannya, sambil tersenyum. Nana pun menghampirinya. Wajahnya tersenyum lebar.
"Bagaimana? Lancar praktikumnya?" sapa Dito.
Nana mengangguk.
"Kamu mau ke perpus?"tanya Dito.
"Biasanya hari ini kita tidak ke perpus, kan? Sudah sore."
Dito mengangguk setuju.
"Tapi, kita cari makan dulu, yuk, sebelum pulang. Tenang saja, aku akan mengantarmu utuh tak kurang sehelai rambut pun sampai di rumah," ajak Dito.
Nana tertawa mendengar candaan Dito. Diam-diam Dito memperhatikan Nana. Ia selalu suka melihat Nana tersenyum dan tertawa.
Mereka mampir di cafe di seputar Jalan Dipati Ukur. Nana masuk duluan memilih tempat duduk yang nyaman untuk mereka berdua, sementara Dito memarkirkan kendaraannya. Pengunjung cafe itu rata-rata mahasiswa seperti mereka, entah itu telihat bersama pasangannya, atau datang bersama teman-temannya.
"Hanya kami yang berdua, tapi bukan pasangan, " kata Nana pada diri sendiri.
Nana melihat Dito masuk. Ia melambaikan tangan pada Dito, menunjukkan tempat keberadaannya..
"Dito, hari ini kamu sudah antar jemput aku. Jadi, aku yang traktir, ya?" kata Nana sambil memilih-milih menu.
"Emang aku cowo apa?"
"Kamu tetap saja Dito"
Dito tersenyum. Saat tersenyum, wajahnya yang tampan tampak lebih manis dilihat Nana.
"Aku senang aja kok, antar kamu. Tenang saja. Tapi, aku ga suka dibayarin makan sama perempuan."
"Kalau aku bayar minumnya berarti tak masalah, dong!" sahut Nana cepat.
Dito tertawa, "Kamu pinter, boleh deh."
"Aku pesan, ya!" kata Nana.
Nana pun langsung memanggil pelayan.
Menjelang magrib, Dito mengajak Nana pulang.
Nana menikmati hari ini di mana ada yang menjemputnya dan sekaligus mengantarmya pulang. Tiba-tiba ia teringat Aa. Hubungannya dengan Aa dahulu begitu melelahkan hatinya. Ingin bersama di kampus saja rasanya sulit. Dan kini tiba-tiba rasanya Tuhan mengirimkan pria yang sering menemaninya. Nana pun tersenyum.
"Kamu ada apa tersenyum sendiri. Ajak supir ini ngobrol, kek. Ini kan bukan di perpustakaan. " kata-kata Dito memotong lamunan Nana.
"Memang kamu supir?"
"Lah terus apa?"
"Kamu kan Dito!" jawab Nana sambil tertawa.
Dito sekilas melihat Nana yang ada di sampingnya. Ia menyukai Nana yang yang ceria, dan menggemaskan itu.
Dito kali ini mengantar Nana pulanh sampai masuk sampai beranda rumah Nana. Ia ingin berpamitan dengan Tante Nia. Nana pun masuk mencari Mama, lalu berkata temannya ingin pamit pada Mama.
____
Malam itu, Nana ditanya mama mengenai siapa Dito. Nana berkata Dito teman belajarnya di kampus.
"Dito teman, Ma. Kami kenal di perpustakaan."
Nana lalu masuk ke kamar dan menutup pintu kamarnya. Ia sebenarnya sudah tak sabar ingin mengirim pesan pada Dito.
"Kamu sudah sampai rumah?" tulis Nana.
Nana melihat pesannya tak kunjung dibaca. Ia sedikit gelisah dan penasaran. Nana tak bisa berhenti melihat layar WA. Ia merasa malu pada diri sendiri sampai menunggu balasan WA dari laki-laki sebegininya.
Akhirnya ia melihat tulisan "typing..."
Nana pun lega tetapi tetap penasaran menanti jawabannya.
"Maaf baru kubalas, Sayang. Aku tadi mandi dan hp-ku di-charge. "
"Kamu pulang gimana, tadi? Lancar?" tanya Nana.
"Iya, Sayang. Alhamdulillah selamat dan lancar, tak kurang sehelai rambut pun. Pasti karena didoain kamu."
"Sayang, sayang. Memang kamu siapa aku?" meski protes, dalam hati Nana berbunga-bunga.
"Ih, kok kamu lupa? Bukankah aku Dito, Sayang!"
"Kamu ini, ya!" Nana mengirim emoji cemberut. Ia tak mau Dito mempermainkan perasaannya. Ia takut berharap lebih.
"Kenapa, Sayang?"
"Kamu gombal juga, ya! Aku tak tahu anak ITB gombal ternyata. Atau pasti kamu pengalamannya banyak!"
"Ya maaf, sementara Nana deh. Jangan marah, Nana Sayang. Eh... Nana, maaf," bujuk Dito.
"Hmm..."
"Jangan marah, dong, please."
"Iya."
Mereka pun tak sadar berbalas wa sampai hampir tengah malam.
"Eh, sudah malam. Kamu bobo dulu, Na"
"Ah, oke," balas Nana.
"Met tidur ya, Sayang. Sleep tight."
"Kamu juga, Dito."
Hari ini Nana bahagia. Sudah lama ia tak sebahagia ini. Ia tak mau mencemaskan perasaannya, atau bagaimana perasaan Dito. Entah ini nyata atau tidak, biarlah malam ini kebahagiannya berlanjut sampai ke alam mimpinya.
_____
Hari Senin kembali tiba. Nana rasanya malas, mana mengantuk. Semalam karena tanggung, ia menamatkan drama korea, yang ia tonton sepanjang akhir pekan. Ternyata pagi-pagi Dito mengirim wa untuk Nana.
"Aku pergi jemput kamu. Dandan yang cantik, ya Sayang. Santai aja, ga usah terburu-buru."
Tiba-tiba kantuk dan malas Nana sirna seketika. Ia buru-buru bersiap-siap.
Nana tak tahu mengapa ia menuruti perkataan Dito dan berusaha tampil lebih cantik. Ia memilih baju yang lebih manis dari biasa. Biasanya ia hanya memakai bedak, dan lipbalm ke kampus. Kali ini ia berdandan sedikit, menata alisnya dan memakai liptint warna muda, lalu menyisir rambutnya dengan rapi.
Nana merasa antara bahagia dan tegang.
"Kali ini aku harus lebih tenang, jangan ada kesalahan bodoh lagi," Nana mengingatkan diri sendiri.
Empat puluh menit kemudian terdengar bunyi bel di rumah Nana. Dito sudah tiba depan rumah Nana. Mbak di rumah Nana menyuruh Dito masuk. Dito memilih menunggu di teras.
Mama Nana keluar, mempersilakan Dito masuk.
"Gapapa, Tante. Kan kami juga mau berangkat ke kampus sebentar lagi."
"Baiklah."
"Nanti pulang dari kampus, saya antar Nana pulang, kok. Tante tak perlu khawatir."
Nana akhirnya muncul. Mama Nana memperhatikan Nana sampai memakai sepatu. Mama tampaknya tak rela putrinya ada kesalahan penampilan lagi di depan teman prianya.
"Kami pergi, Ma!" kata Nana.
"Permisi, Tante. Assalamualaikum!" Dito pun ikut pamit.
Sampai di mobil Dito mengomentari Nana
"Kamu cantik."
"Biasanya aku tidak cantik, ya? Sampai kamu menyuruhku berdandan."
"Setiap hari juga kamu cantik."
"Hmm, terus..."
"Aku hanya memberimu kesempatan, jika ingin berdandan cantik, ini saatnya. Kalau bersama orang lain, silakan berdandan jelek, plus pakai kaos kaki sebelah."
"Kamu ini, ya!"
Nana mencubit Dito yang ternyata mengoloknya akan kejadian terakhir kali.
"Eh, eh, aku lagi nyetir. Duh, ampun, Sayang. Ampun!"
"Sayang, sayang lagi!" Nana pun mencubit lengan Dito sekali lagi.
"Aw, ampun!"
Nana menghela nafas. Ia tak mau terlalu berharap atau nanti akan kecewa.
"Nanti kamu ke perpus, kan?" tanya Dito mengalihkan pembicaraan.
Nana mengangguk.
"Omong-omong. Kamu weekend kemarin ngapaian aja, Na?"
"Ga ke mana-mana, gabut. Dua hari maraton nonton drakor, hihihi. Kamu?"
"Aku malem minggu kumpul sama temen-temen SMA. Kalau Minggu paling olah raga."
"Sabtu kemarin kamu reunian dong?"
"Itu temen-temen aku main game dulu sih, bukan reunian. Kadang kalau kangen nge-game kita kumpul berlima."
Tak terasa mereka sampai di kampus. Begitu mobil akan parkir di dekat kampus. Dito berkata.
"Na, kamu sekarang jadi pacarku, ya! Aku pasti akan sepenuh hati menyayangi dan menjagamu. Kita akan menjadi pasangan yang kompak, saling mendukung, dan saling menyayangi."
Nana terkejut atas pernyataan Dito. Apa Dito serius? Karena Dito mengatakan itu dengan mata dan tangan fokus memarkirkan mobilnya.
(Bersambung...)
Sebelumnya
Komentar
Posting Komentar
Silakan tinggalkan komentar Anda